Senin, 23 Februari 2009

TRIK BELAJAR SEJARAH YANG MENYENANGKAN
Oleh; Tukiman Pulungan


Belajar merupakan proses penyampaian ilmu (transpormasi) dari orang yang satu kepada orang lain. Belajar dapat berupa kegiatan diskusi yang terjadi antara dua orang atau lebih. Dalam hal ini interaksi belajar yang paling sering terjadi ialah belajar disekolah. Sekolah yang merupakan lembaga pendidikan formal saat ini merupakan salah satu tempat terjadinya proses belajar.
Mata pelajaran yang disajikan di sekolah merupakan rangkaian dari proses belajar tersebut. Mata pelajaran yang disajikan disekolah saat ini meliputi agama, kewarganegaraan, matematika, bahasa indosesia, bahasa inggris, fisika, kimia, biologi, sosiologi, sejarah, ekonomi, geografi dan pelajaran muatan lokal lainnya.
Dalam hal ini mata pelajaran yang biasanya kurang disenangi (red; membosankan) oleh murid ialah mata pelajaran sejarah. Hal ini dikarenakan mereka menganggap mata pelajaran ini banyak menghapal materi pelajaran, sebab mencantumkan nama tokoh, tahun peristiwa, ditambah lagi dengan harus mengingat alur peristiwa. Pelajaran sejarah merupakan pelajaran yang banyak bercerita, sehingga murid-murid merasa bosan mendengarkan cerita guru didepan kelas. Biasanya di sekolah pelajaran sejarah ditaruh diakhir jam pelajaran (red; mendekati waktu pulang sekolah), tentu saja hal ini manambah kebosanan dari para murid, sebab mereka sudah lelah berfikir dan terakhirnya harus mendengarkan cerita. Cerita yang disampaikan oleh guru kepada murid tak ubahnya separti dongeng belaka, karena murid tidak merasa terlibat dengan peristiwa yang diceritakan oleh guru. Sebenarnya dalam hal ini bukan pelajarannya yang membosankan malainkan cara pengajarannya. Cara pengajaran seperti di atas merupakan cara pengajaran yang konvesional.
Seharusnya cara pengajaran sejarah konvesional tersebut sudah selayaknya dirubah dengan cara pengajaran yang modern. Untuk pelajaran sejarah dapat melakukan beberapa trik agar para murid senang belajar sejarah yakni:

1. Belajar Di luar kelas
Sejarah yang berkaitan dengan peristiwa sebaiknya belajar di lapangan, siswa ditugaskan oleh guru untuk meneliti suatu tempat yang memiliki peristiwa sejarah yang berada disekitar tempat tinggal murid. Hal ini bertujuan agar murid seolah-seolah merasakan peristiwa sejarah tersebut karena dia langsung meneliti ketempat peristiwa.
2. Melalui kegiatan-kegiatan diskusi publik dan seminar sejarah
Pelajaran sejarah selalu berkaitan dengan tokoh atau pelaku sejarah, maka untuk lebih mudah mengingat nama tokoh tersebut maka ada baiknya jika bertemu secara langsung dengan mereka melalui kegiatan diskusi publik atau seminar sejarah dimana mereka sebagai nara sumbernya. Cerita sejarah dari orang yang terlibat secara langsung tentu akan lebih menarik dari pada cerita sejarah guru didepan kelas yang sama sekali tidak terlibat dengan peristiwa. Tetapi sekarang ini sudah banyak tokoh pelaku sejarah yang meninggal, untuk mensiasati ini maka bisa diundang orang yang meneliti suatu peristiwa sejarah untuk menjadi nara sumber.
3. Mempelajari sejarah lokal
Seorang murid akan merasa dekat dengan peristiwa sejarah jika peristiwa sejarah itu terjadi disekitar tempat tinggal dia. Jika murid sudah merasa dekat tentu dia akan tertarik untuk mengetahuinya. Untuk mengetahui tentu dia harus belajar dan banyak membaca buku sejarah. Jadi dengan sendirinya murid akan mencintai pelajaran sejarah.




PENULIS
TUKIMAN PULUNGAN
SEKRETARIS EKSEKUTIF SERIKAT GURU INDONESIA (SeGI) KOTA MEDAN
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

“PENGEMBANGAN WISATA ZIARAH DALAM RANGKA MEMAJUKAN PARIWISATA DI BARUS ; POTENSI WISATA PURBAKALA DI BARUS”

BIDANG KEGIATAN :

PKM PENELITIAN


Diusulkan Oleh :
Ketua Kelompok : MUHAMMAD AZHARI ANHAR (05310170)
Anggota Kelompok : TUKIMAN PULUNGAN (05310900)
MUHAMMAD FAISAL (05310920)



UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2009
A. Judul Penelitian :
“Pengembangan Wisata Ziarah Dalam Rangka Memajukan Pariwisata Di Barus ; Potensi Wisata Purbakala Di Barus”.

B. Latar Belakang Masalah
Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan potensi pariwisata, baik di darat maupun di laut. Kekayaan ini dapat dijadikan sebagai salah satu aset sumber devisa negara.
Namun sayang, belum semua aset pariwisata dikelola dengan baik. Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkompeten pada dunia pariwisata, menjadi salah satu faktor kendalanya. Selain itu, rasa ikut memiliki (sense of bellonging) dari warga negara Indonesia masih memprihatinkan. Hal ini terlihat dari fakta, hampir sebagian besar warga negara Indonesia yang berstatus sosial dan ekonomi menengah keatas, lebih senang melakukan travelling tour ke luar negeri. Mereka lebih bangga dan lebih mengagumi aset pariwisata asing dibanding aset pariwisata lokal. Hal ini tidak perlu terjadi jika aset-aset pariwisata lokal dikelola dan dipromosikan dengan baik.
Dalam sektor wisata dikenal banyak istilah, seperti wisata budaya, wisata lingkungan (ecotourism), wisata sejarah (historical tourism), wisata religi (religion tourism), wisata spiritual (spiritual tourism) dan masih banyak lagi. Menurut Soekardjo (1996:43-44), motif spiritual dan wisata spiritual (spiritual tourism) merupakan salah satu tipe wisata yang tertua. Sebelum orang mengadakan perjalanan untuk rekreasi, bisnis, olahraga dan sebagainya, orang sudah mengadakan perjalanan untuk berziarah (pariwisata ziarah).
Daerah Barus kaya akan potensi kepariwisataan yang ada kaitannya dengan wisata ziarah. Hal ini dikarenakan, Barus memiliki banyak tinggalan-tinggalan bersejarah yang banyak mendapat pengaruh dari kebudayaan maupun agama tertentu. Secara geografis, daerah Barus merupakan suatu dataran rendah yang luasnya sekitar 15 km, terletak antara pinggir laut dan bukit barisan. Dalam penulisan Sejarah Indonesia, Barus paling banyak dikenal sebagai tempat kediaman penyair Melayu, Hamzah Fansuri, dan sebagai sumber kapur barus dan menyan. Kedua damar ini sudah termasuk komoditas perdagangan Sumatera dengan Cina sekurang-kurangnya mulai abad VII, dan pada waktu-waktu tertentu juga dicari oleh pedagang dari India dan Timur Tengah.
Nama Barus dalam catatan Cina masa lalu dihubungkan dengan damar kapur barus yang paling tinggi mutunya dan paling murni sifatnya. Pada kira-kira abad X ada bukti yang menimbulkan kesan bahwa pedagang di Timur Tengah memang langsung mendatangi Pantai Barat Sumatera untuk mencari kedua damar tersebut. Barus dikenal oleh bangsa Arab dengan nama fansur dan kedua nama itu telah muncul dibeberapa sumber masa lalu.
Di Barus banyak ditemukan peninggalan-peninggalan yang dapat dikategorikan sebagai peninggalan megalithikum yakni berupa kubur batu, patung-patung batu, monumen-monumen dan peninggalan megalithik lainnya.
Peninggalan-peninggalan megalithikum tersebut banyak dibahas oleh para ahli dari segi arkeologis. Artinya, jika dikaji dari sisi arkeologis, pengkajiannya lebih secara fisik dan fungsi tinggalan tersebut seperti, kapan ditemukan, siapa pendirinya atau tokoh yang membangun, kapan didirikan, dan apa fungsi tinggalan-tinggalan tersebut. Sehingga kajian-kajian tersebut tidak dapat menjelaskan tentang realita, makna dan simbol dari tinggalan-tinggalan tersebut bagi masyarakat setempat. Karena setiap kelompok masyarakat memiliki pandangan atau cara pemaknaan yang berbeda dalam memandang peninggalan-peninggalan tersebut. Selain itu, dengan adanya peninggalan-peninggalan tersebut, dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran tentang bagaimana perkembangan peradaban dan kebudayaan masyarakat pada masa lampau yang pernah berdiam di daerah ini.
Namun amat disayangkan, walaupun memiliki nilai yang cukup tinggi, baik dari nilai historis maupun sosial budaya, kondisi tinggalan-tinggalan tersebut saat ini dalam kondisi yang cukup memprihatinkan. Banyak tinggalan-tinggalan bersejarah ini yang kurang mendapat perhatian dan perawatan, baik dari masyarakat setempat terlebih dari pemerintah daerah.
Padahal bila ditinjau dari segi ekonomis, sebenarnya peninggalan-peninggalan tersebut dapat dijadikan salah satu sarana dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat setempat. Oka A. Yoeti (1995:27) memberikan suatu alternatif mengenai bagaimana cara memanfaatkan benda-benda atau bangunan-bangunan peninggalan sejarah. Menurutnya, untuk mempertahankan bangunan-bangunan bersejarah dapat ditempuh dengan cara menjadikannya sebagai obyek wisata sejarah. Cara ini dapat memberikan keuntungan ganda. Di satu pihak bangunan-bangunan kuno tetap lestari, di pihak lain dapat mendatangkan devisa bagi negara.
Tinggalan-tinggalan yang bernilai ini sangat disayangkan apabila dibiarkan terbengkalai begitu saja, tanpa adanya suatu usaha untuk mengelola dan memberdayakan lebih lanjut. Upaya pengelolaan tersebut dapat berupa upaya pelestarian melalui undang-undang perlindungan benda cagar budaya, dari segi sosial budaya tinggalan-tinggalan dapat dijadikan sarana pewarisan budaya masa lampau yang menunjukkan kejayaan penguasa lokal setempat, sedangkan dari segi ekonomis tinggalan-tinggalan tersebut dapat diberdayakan sebagai lokasi tujuan wisata, khususnya wisata purbakala, yang dapat menambah pendapatan daerah dimana tinggalan-tinggalan tersebut berada.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti berusaha menelaah dan menggali lebih dalam tentang potensi wisata tinggalan-tinggalan purbakala yang ada di wilayah Barus, khususnya situs makam-makam kuno Islam, melalui tindakan penelitian. Oleh karena itu peneliti memilih judul penelitian yaitu ; Pengembangan Wisata Ziarah Dalam Rangka Memajukan Pariwisata Di Barus ; Potensi Wisata Purbakala Di Barus.

C. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Obyek-obyek peninggalan sejarah mana saja yang dapat dikembangkan sebagai wisata ziarah di daerah Barus ?
2. Faktor pendukung dan faktor penghambat apa saja yang ditemui dalam pengembangan wisata ziarah di daerah Barus ?

D. Tujuan Kegiatan
Tujuan suatu penelitian harus jelas, mengingat penelitian mempunyai sasaran dan arah yang tepat. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi peninggalan-peninggalan sejarah yang ada di daerah Barus yang dapat dikembangkan menjadi obyek wisata ziarah.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat dalam rangka mengembangkan wisata ziarah di daerah Barus.

E. Luaran yang Diharapkan
1. Memperoleh data tentang tinggalan-tinggalan purbakala yang terdapat di Barus, khususnya situs makam-makam kuno Islam, yang dapat dikembangkan menjadi objek wisata ziarah.
2. Mendapatkan gambaran tentang kondisi tinggalan-tinggalan purbakala tersebut
3. Merekomendasikan tinggalan-tinggalan purbakala tersebut sebagai salah satu lokasi tujuan wisata ziarah, yang memiliki nilai historis dari suatu peradaban sekaligus dapat menambah pendapatan daerah setempat.

F. Kegunaan Program
1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian tinggalan-tinggalan historis.
2. Meningkatkan rasa cinta masyarakat terhadap tinggalan-tinggalan historis, khususnya yang terdapat di daerahnya masing-masing.
3. Sebagai bahan pertimbangan dalam merekomendasikan tinggalan-tinggalan historis tersebut sebagai salah satu lokasi tujuan wisata guna menambah sumber pendapatan masyarakat dan pemerintah daerah setempat

G. Tinjauan Pustaka
Menurut KMBI (Kamus Mini Bahasa Indonesia) oleh Drs. Dani Harionto (2004) kuburan adalah lubang di tanah yang dipakai memakamkan mayat. Keramat adalah suci dan dapat mengadakan sesuatu di luar kemampuan manusia biasa karena ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
C.Kluckhohn dan W.H. Kelly dalam Koentjaraningrat (1990:10) menyatahan bahwa kebudayaan adalah pola hidup yang tercipta dalam sejarah, yang eksplisit, implisit, rasional, irasional, dan terdapat pada setiap waktu sebagai pedoman potensial bagi tingkah laku manusia. Kebudayaan menurut R. Linton seperti yang dikutip Joko Tri Prasetyo (1991:23) adalah konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku dan unsur-unsur pembentuknya yang didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu. Dalam definisi ini ditekankan adanya tingkah laku yang dipelajari dan aspek diteruskan oleh anggota masyarakat.
Koentjaraningrat (1990:7) menyatakan bahwa kebudayaan adalah sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan yang dijadikan milik sendiri dengan belajar. Kebudayaan diwujudkan dalam sistem budaya (cultural system) yang meliputi wujud ideal, sistem sosial, dan wujud fisik.
Koentjaraningrat dalam bagian lain menyatakan bahwa kebudayaan diciptakan untuk memperoleh kesempurnaan hidup. Kebudayaan merupakan lapis atas dari kehidupan manusia, sedangkan lapis bawahnya adalah adanya peradaban manusia.
Wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1993:13) ada tiga macam dan berjenjang dari abstrak ke konkret, yakni: 1) wujud idiil, (sistem budaya dan adat istiadat); 2) wujud kelakuan (sistem sosial); 3) wujud fisik (keseluruhan total dari hasil fisik dan aktivitas, perbuatan dan karya manusia dalam bermasyarakat).
Koentjaraningrat (1990:10) menyatakan bahwa isi pokok kebudayaan di dunia ini adalah: 1) bahasa; 2) sistem pengetahuan; 3) organisasi sosial; 4) sistem peralatan hidup dan teknologi; 5) sistem mata pencaharian hidup; 6) sistem religi; dan 7) kesenian. Ketujuh aspek kebudayaan ini memiliki unsur-unsur lagi yang lebih kecil, yang masing-masing juga memiliki komponen yang lebih kecil dan bidang yang lebih spesifik.
M.E. Spiro dalam Koentjaraningrat (1990:18) menyatakan ada tiga fungsi dari unsur-unsur kebudayaan, yakni: 1) pemakaian yang menerangkan fungsi sebagai hubungan guna antara suatu hal dengan tujuan tertentu; 2) pemakaian yang menerangkan kaitan korelasi antara satu hal dengan yang lain; 3) pemakaian yang menerangkan hubungan yang terjadi antara satu hal dengan hal-hal lain dalam suatu sistem yang terintegrasi.
Koentjaraningrat (1990:20) menyebutkan kebudayaan secara khusus dapat diklasifikasikan dalam empat unsur, yaitu: 1) sistem budaya dan adat istiadat (berwujud gagasan, konsep, dan aturan); 2) sistem sosial (berwujud tindakan-tindakan individu yang terpola); 3) sistem kepribadian (berwujud tindakan yang mencerminkan kepribadian seseorang atau kelompok masyarakat); 4) sistem organik (berwujud adaptasi terhadap lingkungan yang menunjukkan adanya keterbatasan organik manusia).
Salah satu unsur kebudayaan adalah sistem religi. Sistem ini dapat dirinci menjadi empat komponen, yaitu: 1) emosi keagamaan yang menimbulkan sikap religi; 2) sistem keyakinan yang menyebabkan seseorang mengadakan transendensi dengan alam ghaib; 3) sistem ritus dan upacara yang berhadapan dengan alam ghaib; 4) kesatuan sosial yang menganut dan melaksanakan sistem keyakinan dan sistem ritus.
Secara lebih kecil, sistem religi dapat dirinci lagi menjadi: 1) bersaji; 2) berkorban; 3) berdoa; 4) makan bersama makanan yang sudah disucikan; 5) menarikan tarian suci; 6) menyanyikan nyanyian suci (berprosesi untuk upacara keagamaan); 7) memainkan seni drama suci; 8) berpuasa; 9) intoksikasi; 10) bertapa; dan 11) bersemedi.
Pengertian Pariwisata menurut Matheiesen and Wall dalam Soekardjo, R.G. (1996:21) tentang pariwisata yakni :
“Tourism is the temporary movement of people to destinations outsiders their normal places of work and residence, the activities undertaken during their stay in those destinations and the fasilities created to carter to their needs”.

Kata kunci atau unsur pariwisata menurut Matheiesen and Wall dalam Soekardjo, R.G. (1996:21) :
a. temporary movement (perpindahan sementara)
b. destinations (ada daerah tujuan wisata)
c. activities (aktifitas)
d. facilities (fasilitas)
WTO (Word Tourism Organization)
“Tourist is a visitor who travels to a country other than that in which he/she has his/her usual residence for at least one night, but not morethan one year, and those main purpose of visit is other than the exercise of an activity remunerated from within the country visited”.

Suatu kawasan objek wisata dapat menjadi tujuan daerah wisata harus memiliki potensi fisik maupun non fisik, dimana kedua potensi itu jika dikembangkan akan menjadi tujuan dari wisata yang menguntungkan baik untuk daerah sendiri maupun pemerintah. Dalam rangka memajukan kepariwisataan perlu dilakukan langkah-langkah yang terarah dan tepat dalam mengembangkan objek wisata serta kegiatan-kegiatan promosi dan pemasaran, dengan maksud agar minat wisatawan muncul untuk mengunjungi daerah wisata tersebut. Seperti yang dinyatakan Gamal Suwantor (1997 : 19) bahwa daya tarik wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong wisatawan untuk hadir ke sebuah daerah wisata.
Umumnya, pengusaha objek wisata dan daya tarik objek wisata dikelompokkan ke dalam :
1. Pengusaha objek dan daya tarik wisata alam.
2. Pengusaha objek dan daya tarik wisata budaya.
3. Pengusaha objek dan daya tarik minat khusus.
Sedangkan daya tarik wisata berdasar pada, pertama, adanya sumber daya ataupun potensi yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman, dan bersih. Kedua, daya tarik yang muncul dari objek wisata tersebut, baik objek wisata alam maupun objek wisata budaya.

H. Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah analisis deskriptif. Sumber data terdiri dari berbagai sumber seperti data tertulis, wawancara, serta observasi. Data tersebut kemudian dipilih-pilah sesuai dengan tujuan deskripsi, yakni tentang wisata ziarah sehingga dalam analisis data dilakukan tiga tahapan, display data, reduksi, dan penarikan kesimpulan.
1. Teknik Pengumpulan Data
Di dalam penelitian ini, peneliti mempergunakan metode penelitian sebagai berikut :
1. Metode observasi lapangan (field research), yaitu dengan cara mengamati secara langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan gambaran dan informasi tentang situasi dan kondisi dari objek penelitian sehingga diharapkan dapat diperoleh data-data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Seperti yang dikemukakan oleh Nazir (1983: 212) bahwa:
“observasi adalah pengamatan langsung yang merupakan cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut”.

2. Metode wawancara (interview), yaitu dengan cara melakukan dialog berupa tanya jawab antara peneliti dengan nara sumber untuk memperoleh informasi berkaitan masalah yang diteliti. Seperti yang dikemukakan oleh Nazir (1983: 234) bahwa:
“wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan caranya menjawab sambil bertatap muka antara peneliti dengan nara sumber atau informan dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (pedoman wawancara)”.

3. Studi dokumen
Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data standar dari instansi maupun lembaga terkait yang memiliki data atau koleksi benda-benda yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

2 Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mengelompokkan Hasil Data
Mengumpulkan seluruh data-data yang diperoleh dari lapangan, baik berupa hasil wawancara dan investigasi. Selanjutnya mengelompokkan dan memilah-milah hasil data ke dalam kategori yang akan dimuat dalam laporan penelitian sehingga dapat dipahami dan memudahkan untuk di interpretasikan.
2. Menganalisis Data
Dengan cara deskripitf atau paparan tentang latar belakang aktivitas masyarakat pada masa lampau sehingga diperoleh informasi yang berkaitan dengan peninggalan-peninggalan yang ada, khususnya situs makam-makam kuno Islam di Barus.
3. Menginterpretasikan data
Yaitu meliputi kegiatan interpretasi data, dengan cara membandingkan data yang diperoleh, dengan demikian dapat diperoleh hasil interpretasi yang akurat berdasarkan penelitian dan literatur.
4. Membuat Kesimpulan
Setelah melakukan analisis data dan interpretasi data maka peneliti membuat sebuah kesimpulan yang kemudian disusun kedalam sebuah laporan penelitian.

I. Jadwal Kegiatan
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 08 s/d 27 Juni 2009.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Propinsi Sumatera Utara.

J. Nama dan Biodata Ketua serta Anggota Kelompok
1. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama lengkap : Muhammad Azhari Anhar
b. NIM : 05310170
c. Fakultas / Jurusan : Ilmu Sosial / Pendidikan Sejarah
d. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Medan
e. Alamat Rumah : Jl. Perjuangan Gg. Sekolah
No. 67 A Medan Perjuangan
f. Nomor HP : 0813 6247 6357
g. Alamat Email : -
h. Motto : Penghargaan terbesar terhadap hidup adalah dengan cara menikmatinya.
i. Waktu untuk kegiatan PKM : 1 bulan
2. Anggota Pelaksana Kegiatan : 2 orang
1) Anggota I
a. Nama lengkap : Tukiman P
b. NIM : 05310900
c. Fakultas / Jurusan : Ilmu Sosial / Pendidikan Sejarah
d. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Medan
e. Alamat Rumah : Jl. Bilal Ujung Gg. Arimbi No. 1
f. Nomor HP : 0831 9845 7738
g. Alamat Email : iman_krenz87@yahoo.com
h. Motto : Hidup adalah pilihan
i. Waktu untuk kegiatan PKM : 1 bulan
2) Anggota II
a. Nama lengkap : Muhammad Faisal
b. NIM : 05310920
c. Fakultas / Jurusan : Ilmu Sosial / Pendidikan Sejarah
d. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Medan
e. Alamat Rumah : Jl. Tempuling Gg. Bersama No. 175
f. Nomor HP : 0852 9759 3670
g. Alamat Email : -
h. Motto : Hidup tidak mengenal siaran tunda.
i. Waktu untuk kegiatan PKM : 1 bulan

K. Nama dan Biodata Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Dra. Hafnita Sari Dewi Lubis, M.Si
b. Golongan Pangkat dan NIP : IV/a / 131 570 430
c. Jabatan Fungsional : Dosen
d. Jabatan Struktural : -
e. Fakultas / Jurusan : Ilmu Sosial / Pendidikan Sejarah
f. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Medan
g. Bidang Keahlian : Sejarah
h. Waktu untuk kegiatan PKM : 1 bulan

L. Biaya
No. Deskripsi Jumlah
(Rp)
Transportasi dan Akomodasi
1. Ongkos PP Medan – Sibolga @ Rp 150.000, - x 3
Rp 750.000, -
2. Ongkos PP Sibolga – Barus @ Rp 30.000, - x 3
Rp 90.000, -
3. Penginapan selama 20 hari @ Rp 75.000, - x 20 Rp1.500.000, -
Perlengkapan dan Peralatan
1. Biaya kelengkapan administrasi Rp 250.000, -
2. Kamera digital merk Spectra Rp 800.000, -
3. Alat perekam @ Rp 220.000, - x 1 Rp 220.000, -
4. Kaset kosong @ Rp 5.000, - x 7 Rp 35.000, -
5. Biaya penyusunan laporan dan cetak foto Rp 500.000, -
Konsumsi
1. Biaya konsumsi dalam penelitian selama 20 hari
@ Rp 20.000, - x 3 x 20 hari Rp 1.200.000, -
Lain-lain Rp 200.000, -
Total Anggaran Biaya Rp 5.545.000, -


















M. Daftar Pustaka
Harionto, Dani, 2004, Kamus Mini Bahasa Indonesia, PT Rineka Cipta : Jakarta
Joko Tri Prasetyo. 1991. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
___________. 1993. Kebudayaan, Mentalitet Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Nazir, Mohammad, 1983, Metode Penelitian, Jakarta : Gitalia Indonesia
Soekardjo, R.G. 1996. Anatomi Pariwisata: Memahami Pariwisata Sebagai Systemic Linkage. Jakarta: Gramedia.
Suharsimi, Arikunto, 1998, Prosedur Penelitian, PT. Rineka Cipta : Jakarta
Suwantoro, Gamal, 1997, Dasar-dasar Pariwisata, Andil : Jakarta
Yoeti, Oka A. 1995. Melestarikan Seni Budaya yang Nyaris Punah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.















N. Lampiran
Lampiran 1.



Gambar 1. Batu nisan yang terdapat di sisi sebelah selatan pada makam Papan Tinggi












Lampiran 2.


Gambar 2. Salah satu batu nisan yang terdapat di kompleks makam Mahligai
WASPADAI ISU SARA
PADA PEMIRADI UNIMED
Oleh ; Tukiman Pulungan
Pemira seyogyanya menjadi ajang penyaluran aspirasi mahasiswa untuk memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di Senat Mahasiswa, baik tingkat Fakultas maupun tingkat Universitas, ataupun yang akan duduk di Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas. Namun, jika kita melihat realita yang terjadi dilapangan, sepertinya tercium indikasi adanya pemanfaatan isu-isu SARA yang digunakan oleh segelintir oknum, untuk memperoleh dukungan.
Para oknum-oknum ini memanfaatkan isu-isu agama maupun suku, untuk memikat dan mengumpulkan dukungan dari para pemilik suara dalam pemira, sehingga nafas demokrasi dalam berpikir, berpendapat maupun menetapkan pilihan di kungkung dengan kerangkeng agama maupun suku. Sehingga para pemilih, cenderung untuk memilih orang-orang yang seagama ataupun sesuku, yang akhirnya menimbulkan pengkotakan-pengkotakan dan sikap saling mencurigai diantara sesama mahasiswa.
Jika proses pemilihan dilakukan dengan mendasarkan pilihan pada kesamaan agama dan suku, maka ini akan mengesampingkan penilaian yang objektif terhadap sosok yang dipilih. Karena aspek kepribadian (personality), kemampuan membina hubungan sosial (managerial society), kepemimpinan (leadership), dan kemampuan mengelola sebuah organisasi yang baik (managerial organization) akan tertutupi bahkan hilang sama sekali karena tersamarkan oleh jubah agama dan suku. Bahkan ada kecenderungan bila isu agama dan suku yang dipakai dalam menentukan pilihan, maka prospek terjadinya kontrak politik kepentingan akan memainkan peranan yang cukup besar.
Hal ini perlu diwaspadai, karena jika dibiarkan berlarut-larut, pembelajaran demokrasi tidak akan pernah berjalan, sebagaimana yang diharapkan oleh para pencetus teori demokrasi dan the founding fathers yang telah menyatakan bahwa negara kita adalah negara demokrasi. Jangan sampai demokrasi yang kita perjuangkan menjadi “democrazy”.
Design By : Anhar Corporation