Senin, 20 April 2009

CV

C u r i c u l u m V i t a e


Nama : Tukiman Pulungan
Alamat : Jl. Bilal Ujung Gg. Arimbi N0.1
TTL : Stabat, 25 Mei 1987
Pendidikan : Fakultas Ilmu Sosial UNIMED – angkatan Tahun 2005
Hp : 0852 96 8283 86


Pengalaman Organisasi :
• Wakil Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan Sejarah, Tahun 2007
• Kepala Bidang Penalaran Keilmuan dan Keislaman Forum Solidaritas Muslim Sejarah (FSMS), Tahun 2007 s.d sekarang
• Ketua Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Pemuda (PTKP) HMI Komisariat FIS UNIMED Periode 2007-2008
• Ketua Umum Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial (SEMAF - FIS) UNIMED, Periode 2008 s.d sekarang
• Sekretaris Eksekutif Serikat Guru Indonesia (SeGi) Kota Medan, Tahun 2008 s.d sekarang


Pengalaman Pekerjaan :
1. Tentor Primagama Tahun 2009


Pengalaman menjadi Panitia :
1. Panitia EXPO Sejarah, Tahun 2007;
2. Panitia Pembekalan Awal Mahasiswa Baru (PAMB), Tahun 2007;
3. Stering Commite Panitia Seminar Nasional “ Seabad Kebangkitan Nasional, Refleksi Dunia Pendidikan Indonesia”, SEMAF – FIS, Tahun 2008;
4. Stering Commite Panitia FIS – CUP, SEMAF – FIS, Tahun 2008;
5. Stering Commite Panitia Diskusi Publik dengan Indinesia Coruption Watch (ICW), Tahun 2008;
6. Stering Commite Panitia Pembekalan Awal Mahasiswa Baru (PAMB) SEMAF - FIS, Tahun 2008;
7. Stering Commite Panitia Diskusi Publik ”Memberantas Korupsi Melalui Pendidikan”. SEMAF – FIS , Tahun 2009;


Pengalaman menjadi Peserta Pertemuan, Konferensi, Training dan Kursus;
1. Peserta Training Leadership Senat Mahasiswa UNIMED, Tahun 2007
2. Peserta Pelatihan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), Tahun 2007
3. Peserta Basic Training HMI Cabang Medan, Pebruari 2007
4. Peserta Pelatihan Sistematika Pelaporan Penulisan Proposal Organisasi Mahasiswa UNIMED, Tahun 2008
5. Peserta Diskusi Terfokus Tentang Diskriminasi Ras dan Etnis dengan Komnas HAM, Tahun 2009


Pengalaman Penelitian :
1. Kordinator Peneliti Majalah Kritik Tema “ Anggaran Berlimpah Banyak Anak Putus Sekolah” , Tahun 2008 s.d sekarang

REKENING 0089960116 BNI

Kamis, 02 April 2009

opini seputar pemilu

MEMAHAMI ARTI DEMOKRASI DAN PEMILU

Oleh Tukiman Pulungan

Kata demokrasi merupakan akronim yang berasal dari Yunani. Demokrasi berasal dari kata demos (rakyat), cratos (kekuasaan rakyat), dengan singkat dapat diartikan kekuasaan berada ditangan rakyat. Sedangkan pemilu merupakan ajang dari proses pelaksanaan demokrasi tersebut. Sejarah mencatat bahwa pelaksanaan demokrasi pertama sekali di seantero bumi ini ialah di Athena (Yunani) dengan sistem pemilihan langsung. Pemilu merupakan ajang penyaluran aspirasi rakyat untuk mendukung orang-orang yang berani memperjuangkan hak-hak rakyat (petani, buruh, guru, nelayan dan kaum miskin kota). Dimana golongan ini sampai saat ini nasibnya masih tragis karena belum ada perhatian dari para penguasa, mereka masih mengalami kemiskinan yang sifatnya samar-samar.
Hal ini terjadi karena pemilu yang diakui sebagai mekanisme paling modern untuk merealisasikan kekuasaan rakyat (demokrasi), sesungguhnya hanya mewakili sebagian dari keseluruhan. Dan sebagian yang menguasai keseluruhan itu, bisa jadi malah membawa masyarakat kejurang kenestapaan. Karena sebahagian dari keseluruhan tersebut lebih mementingkan kepentingan pribadi dan golongan dan menapikan kepentingan rakyat.
Demokrasi yang seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat sekarang hanya menjadi sebuah tradisi yang dihormati dan diagung-agungkan diseluruh belahan bumi ini tanpa ada implemnetasi yang jelas dari pelaksanaan demokrasi tersebut. Sebagai contoh pemimpin yang terpilih melalui pemilu yang merupakan implementasi dari demokrasi pun akan malu mengundurkan diri bila ternyata dia tak sanggup mengemban amanah rakyat dan tak becus memimpin negeri. Ini merupakan fotret dari belum adanya kesadaran individu untuk melihat kemapuannya sendiri dan belum ada penghargaan terhadap nilai-nilai demokrasi.
Seabsurd-absurdnya demokrasi, ia punya mekanisme untuk memperbaiki diri karena dunia tempat ia hidup memang tidak sempurna. Kalau pemimpin mengelak dari perbagai alasan lantaran tak sempurna, lalu dengan segala cara mengelabui rakyat dan menyulap pemilu, sehingga kita bisa menarik kesimpulan bahwa demokrasi telah dikebiri. Demokrasi telah dijadikan alat oleh kelompok untuk memperoleh dukungan dari rakyat.
Demokrasi lebih tepat menjadi muara samudera dari sungai-sungai ideologi dan kepentingan. Ia mewujud sebagai wahana imajiner yang diterima berbagai kalangan untuk bertemu, berdiplomasi, bermain politik dan mencoba menaklukan lawan tanpa kekerasan. Karena bila tak ada wahana yang imajiner itu, kemajemukan memang mudah memicu konflik yang tak terselesaikan.
Demokrasi sering kali diartikan hanya sebagai pemilihan umum saja. Padahal sebenarnya demokrasi merupakan standart dan tujuan dari suatu negara. Karena di dunia modern, sistem politik demokrasi dalam arti semua orang turut dalam mengambil keputusan, itu tidak mungkin terwujud, hal ini dapat terwujud dalam masyarakat yang sedikit dan bersifat homogen seperti di Athena. Jika demokrasi tidak dapat terwujud dalam konteks negara modern, maka demokrsi itu seharusnya dapat terwujud pada Partai Politik dan LSM. Sebab membangun republik berarti membangun lembaga-lembaga pemerintah maupun lembaga-lembaga masyarakat. Dalam republik yang baik, lembaga-lembaga pemerintah itu adalah kumpulan kekuatan yang bisa dikontrol oleh lembaga-lembaga dalam masyarakat.
Selamat menikmati demokrasi dalam implementasinya pada pemilu 9 April 2009 yang tinggal menghitung hari lagi. Semoga kita dapat memilih orang-orang yang sadar dan mau berbuat. Sadar akan makna dan arti demokrasi itu sendiri dan mau berbuat bagi kepentingan rakyat (petani, nelayan, buruh, guru dan kaum miskin kota). Semoga pemilu kali ini mengahsilkan orang-orang yang kapabel dan proporsional. Marilah sama-sama kita menyuarakan untuk menolak poltisi busuk yang akan memanfaatkan ajang demokrasi kali ini untuk kepentingan pribadinya.


Penulis adalah mahasiswa jurusan pendidikan sejarah Universitas Negeri Medan sekaligus Ketus Senat Mahasiswa Fakultas Periode 2008-2009

opini seputar pemilu

Senin, 23 Februari 2009

TRIK BELAJAR SEJARAH YANG MENYENANGKAN
Oleh; Tukiman Pulungan


Belajar merupakan proses penyampaian ilmu (transpormasi) dari orang yang satu kepada orang lain. Belajar dapat berupa kegiatan diskusi yang terjadi antara dua orang atau lebih. Dalam hal ini interaksi belajar yang paling sering terjadi ialah belajar disekolah. Sekolah yang merupakan lembaga pendidikan formal saat ini merupakan salah satu tempat terjadinya proses belajar.
Mata pelajaran yang disajikan di sekolah merupakan rangkaian dari proses belajar tersebut. Mata pelajaran yang disajikan disekolah saat ini meliputi agama, kewarganegaraan, matematika, bahasa indosesia, bahasa inggris, fisika, kimia, biologi, sosiologi, sejarah, ekonomi, geografi dan pelajaran muatan lokal lainnya.
Dalam hal ini mata pelajaran yang biasanya kurang disenangi (red; membosankan) oleh murid ialah mata pelajaran sejarah. Hal ini dikarenakan mereka menganggap mata pelajaran ini banyak menghapal materi pelajaran, sebab mencantumkan nama tokoh, tahun peristiwa, ditambah lagi dengan harus mengingat alur peristiwa. Pelajaran sejarah merupakan pelajaran yang banyak bercerita, sehingga murid-murid merasa bosan mendengarkan cerita guru didepan kelas. Biasanya di sekolah pelajaran sejarah ditaruh diakhir jam pelajaran (red; mendekati waktu pulang sekolah), tentu saja hal ini manambah kebosanan dari para murid, sebab mereka sudah lelah berfikir dan terakhirnya harus mendengarkan cerita. Cerita yang disampaikan oleh guru kepada murid tak ubahnya separti dongeng belaka, karena murid tidak merasa terlibat dengan peristiwa yang diceritakan oleh guru. Sebenarnya dalam hal ini bukan pelajarannya yang membosankan malainkan cara pengajarannya. Cara pengajaran seperti di atas merupakan cara pengajaran yang konvesional.
Seharusnya cara pengajaran sejarah konvesional tersebut sudah selayaknya dirubah dengan cara pengajaran yang modern. Untuk pelajaran sejarah dapat melakukan beberapa trik agar para murid senang belajar sejarah yakni:

1. Belajar Di luar kelas
Sejarah yang berkaitan dengan peristiwa sebaiknya belajar di lapangan, siswa ditugaskan oleh guru untuk meneliti suatu tempat yang memiliki peristiwa sejarah yang berada disekitar tempat tinggal murid. Hal ini bertujuan agar murid seolah-seolah merasakan peristiwa sejarah tersebut karena dia langsung meneliti ketempat peristiwa.
2. Melalui kegiatan-kegiatan diskusi publik dan seminar sejarah
Pelajaran sejarah selalu berkaitan dengan tokoh atau pelaku sejarah, maka untuk lebih mudah mengingat nama tokoh tersebut maka ada baiknya jika bertemu secara langsung dengan mereka melalui kegiatan diskusi publik atau seminar sejarah dimana mereka sebagai nara sumbernya. Cerita sejarah dari orang yang terlibat secara langsung tentu akan lebih menarik dari pada cerita sejarah guru didepan kelas yang sama sekali tidak terlibat dengan peristiwa. Tetapi sekarang ini sudah banyak tokoh pelaku sejarah yang meninggal, untuk mensiasati ini maka bisa diundang orang yang meneliti suatu peristiwa sejarah untuk menjadi nara sumber.
3. Mempelajari sejarah lokal
Seorang murid akan merasa dekat dengan peristiwa sejarah jika peristiwa sejarah itu terjadi disekitar tempat tinggal dia. Jika murid sudah merasa dekat tentu dia akan tertarik untuk mengetahuinya. Untuk mengetahui tentu dia harus belajar dan banyak membaca buku sejarah. Jadi dengan sendirinya murid akan mencintai pelajaran sejarah.




PENULIS
TUKIMAN PULUNGAN
SEKRETARIS EKSEKUTIF SERIKAT GURU INDONESIA (SeGI) KOTA MEDAN
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

“PENGEMBANGAN WISATA ZIARAH DALAM RANGKA MEMAJUKAN PARIWISATA DI BARUS ; POTENSI WISATA PURBAKALA DI BARUS”

BIDANG KEGIATAN :

PKM PENELITIAN


Diusulkan Oleh :
Ketua Kelompok : MUHAMMAD AZHARI ANHAR (05310170)
Anggota Kelompok : TUKIMAN PULUNGAN (05310900)
MUHAMMAD FAISAL (05310920)



UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2009
A. Judul Penelitian :
“Pengembangan Wisata Ziarah Dalam Rangka Memajukan Pariwisata Di Barus ; Potensi Wisata Purbakala Di Barus”.

B. Latar Belakang Masalah
Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan potensi pariwisata, baik di darat maupun di laut. Kekayaan ini dapat dijadikan sebagai salah satu aset sumber devisa negara.
Namun sayang, belum semua aset pariwisata dikelola dengan baik. Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkompeten pada dunia pariwisata, menjadi salah satu faktor kendalanya. Selain itu, rasa ikut memiliki (sense of bellonging) dari warga negara Indonesia masih memprihatinkan. Hal ini terlihat dari fakta, hampir sebagian besar warga negara Indonesia yang berstatus sosial dan ekonomi menengah keatas, lebih senang melakukan travelling tour ke luar negeri. Mereka lebih bangga dan lebih mengagumi aset pariwisata asing dibanding aset pariwisata lokal. Hal ini tidak perlu terjadi jika aset-aset pariwisata lokal dikelola dan dipromosikan dengan baik.
Dalam sektor wisata dikenal banyak istilah, seperti wisata budaya, wisata lingkungan (ecotourism), wisata sejarah (historical tourism), wisata religi (religion tourism), wisata spiritual (spiritual tourism) dan masih banyak lagi. Menurut Soekardjo (1996:43-44), motif spiritual dan wisata spiritual (spiritual tourism) merupakan salah satu tipe wisata yang tertua. Sebelum orang mengadakan perjalanan untuk rekreasi, bisnis, olahraga dan sebagainya, orang sudah mengadakan perjalanan untuk berziarah (pariwisata ziarah).
Daerah Barus kaya akan potensi kepariwisataan yang ada kaitannya dengan wisata ziarah. Hal ini dikarenakan, Barus memiliki banyak tinggalan-tinggalan bersejarah yang banyak mendapat pengaruh dari kebudayaan maupun agama tertentu. Secara geografis, daerah Barus merupakan suatu dataran rendah yang luasnya sekitar 15 km, terletak antara pinggir laut dan bukit barisan. Dalam penulisan Sejarah Indonesia, Barus paling banyak dikenal sebagai tempat kediaman penyair Melayu, Hamzah Fansuri, dan sebagai sumber kapur barus dan menyan. Kedua damar ini sudah termasuk komoditas perdagangan Sumatera dengan Cina sekurang-kurangnya mulai abad VII, dan pada waktu-waktu tertentu juga dicari oleh pedagang dari India dan Timur Tengah.
Nama Barus dalam catatan Cina masa lalu dihubungkan dengan damar kapur barus yang paling tinggi mutunya dan paling murni sifatnya. Pada kira-kira abad X ada bukti yang menimbulkan kesan bahwa pedagang di Timur Tengah memang langsung mendatangi Pantai Barat Sumatera untuk mencari kedua damar tersebut. Barus dikenal oleh bangsa Arab dengan nama fansur dan kedua nama itu telah muncul dibeberapa sumber masa lalu.
Di Barus banyak ditemukan peninggalan-peninggalan yang dapat dikategorikan sebagai peninggalan megalithikum yakni berupa kubur batu, patung-patung batu, monumen-monumen dan peninggalan megalithik lainnya.
Peninggalan-peninggalan megalithikum tersebut banyak dibahas oleh para ahli dari segi arkeologis. Artinya, jika dikaji dari sisi arkeologis, pengkajiannya lebih secara fisik dan fungsi tinggalan tersebut seperti, kapan ditemukan, siapa pendirinya atau tokoh yang membangun, kapan didirikan, dan apa fungsi tinggalan-tinggalan tersebut. Sehingga kajian-kajian tersebut tidak dapat menjelaskan tentang realita, makna dan simbol dari tinggalan-tinggalan tersebut bagi masyarakat setempat. Karena setiap kelompok masyarakat memiliki pandangan atau cara pemaknaan yang berbeda dalam memandang peninggalan-peninggalan tersebut. Selain itu, dengan adanya peninggalan-peninggalan tersebut, dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran tentang bagaimana perkembangan peradaban dan kebudayaan masyarakat pada masa lampau yang pernah berdiam di daerah ini.
Namun amat disayangkan, walaupun memiliki nilai yang cukup tinggi, baik dari nilai historis maupun sosial budaya, kondisi tinggalan-tinggalan tersebut saat ini dalam kondisi yang cukup memprihatinkan. Banyak tinggalan-tinggalan bersejarah ini yang kurang mendapat perhatian dan perawatan, baik dari masyarakat setempat terlebih dari pemerintah daerah.
Padahal bila ditinjau dari segi ekonomis, sebenarnya peninggalan-peninggalan tersebut dapat dijadikan salah satu sarana dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat setempat. Oka A. Yoeti (1995:27) memberikan suatu alternatif mengenai bagaimana cara memanfaatkan benda-benda atau bangunan-bangunan peninggalan sejarah. Menurutnya, untuk mempertahankan bangunan-bangunan bersejarah dapat ditempuh dengan cara menjadikannya sebagai obyek wisata sejarah. Cara ini dapat memberikan keuntungan ganda. Di satu pihak bangunan-bangunan kuno tetap lestari, di pihak lain dapat mendatangkan devisa bagi negara.
Tinggalan-tinggalan yang bernilai ini sangat disayangkan apabila dibiarkan terbengkalai begitu saja, tanpa adanya suatu usaha untuk mengelola dan memberdayakan lebih lanjut. Upaya pengelolaan tersebut dapat berupa upaya pelestarian melalui undang-undang perlindungan benda cagar budaya, dari segi sosial budaya tinggalan-tinggalan dapat dijadikan sarana pewarisan budaya masa lampau yang menunjukkan kejayaan penguasa lokal setempat, sedangkan dari segi ekonomis tinggalan-tinggalan tersebut dapat diberdayakan sebagai lokasi tujuan wisata, khususnya wisata purbakala, yang dapat menambah pendapatan daerah dimana tinggalan-tinggalan tersebut berada.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti berusaha menelaah dan menggali lebih dalam tentang potensi wisata tinggalan-tinggalan purbakala yang ada di wilayah Barus, khususnya situs makam-makam kuno Islam, melalui tindakan penelitian. Oleh karena itu peneliti memilih judul penelitian yaitu ; Pengembangan Wisata Ziarah Dalam Rangka Memajukan Pariwisata Di Barus ; Potensi Wisata Purbakala Di Barus.

C. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Obyek-obyek peninggalan sejarah mana saja yang dapat dikembangkan sebagai wisata ziarah di daerah Barus ?
2. Faktor pendukung dan faktor penghambat apa saja yang ditemui dalam pengembangan wisata ziarah di daerah Barus ?

D. Tujuan Kegiatan
Tujuan suatu penelitian harus jelas, mengingat penelitian mempunyai sasaran dan arah yang tepat. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi peninggalan-peninggalan sejarah yang ada di daerah Barus yang dapat dikembangkan menjadi obyek wisata ziarah.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat dalam rangka mengembangkan wisata ziarah di daerah Barus.

E. Luaran yang Diharapkan
1. Memperoleh data tentang tinggalan-tinggalan purbakala yang terdapat di Barus, khususnya situs makam-makam kuno Islam, yang dapat dikembangkan menjadi objek wisata ziarah.
2. Mendapatkan gambaran tentang kondisi tinggalan-tinggalan purbakala tersebut
3. Merekomendasikan tinggalan-tinggalan purbakala tersebut sebagai salah satu lokasi tujuan wisata ziarah, yang memiliki nilai historis dari suatu peradaban sekaligus dapat menambah pendapatan daerah setempat.

F. Kegunaan Program
1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian tinggalan-tinggalan historis.
2. Meningkatkan rasa cinta masyarakat terhadap tinggalan-tinggalan historis, khususnya yang terdapat di daerahnya masing-masing.
3. Sebagai bahan pertimbangan dalam merekomendasikan tinggalan-tinggalan historis tersebut sebagai salah satu lokasi tujuan wisata guna menambah sumber pendapatan masyarakat dan pemerintah daerah setempat

G. Tinjauan Pustaka
Menurut KMBI (Kamus Mini Bahasa Indonesia) oleh Drs. Dani Harionto (2004) kuburan adalah lubang di tanah yang dipakai memakamkan mayat. Keramat adalah suci dan dapat mengadakan sesuatu di luar kemampuan manusia biasa karena ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
C.Kluckhohn dan W.H. Kelly dalam Koentjaraningrat (1990:10) menyatahan bahwa kebudayaan adalah pola hidup yang tercipta dalam sejarah, yang eksplisit, implisit, rasional, irasional, dan terdapat pada setiap waktu sebagai pedoman potensial bagi tingkah laku manusia. Kebudayaan menurut R. Linton seperti yang dikutip Joko Tri Prasetyo (1991:23) adalah konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku dan unsur-unsur pembentuknya yang didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu. Dalam definisi ini ditekankan adanya tingkah laku yang dipelajari dan aspek diteruskan oleh anggota masyarakat.
Koentjaraningrat (1990:7) menyatakan bahwa kebudayaan adalah sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan yang dijadikan milik sendiri dengan belajar. Kebudayaan diwujudkan dalam sistem budaya (cultural system) yang meliputi wujud ideal, sistem sosial, dan wujud fisik.
Koentjaraningrat dalam bagian lain menyatakan bahwa kebudayaan diciptakan untuk memperoleh kesempurnaan hidup. Kebudayaan merupakan lapis atas dari kehidupan manusia, sedangkan lapis bawahnya adalah adanya peradaban manusia.
Wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1993:13) ada tiga macam dan berjenjang dari abstrak ke konkret, yakni: 1) wujud idiil, (sistem budaya dan adat istiadat); 2) wujud kelakuan (sistem sosial); 3) wujud fisik (keseluruhan total dari hasil fisik dan aktivitas, perbuatan dan karya manusia dalam bermasyarakat).
Koentjaraningrat (1990:10) menyatakan bahwa isi pokok kebudayaan di dunia ini adalah: 1) bahasa; 2) sistem pengetahuan; 3) organisasi sosial; 4) sistem peralatan hidup dan teknologi; 5) sistem mata pencaharian hidup; 6) sistem religi; dan 7) kesenian. Ketujuh aspek kebudayaan ini memiliki unsur-unsur lagi yang lebih kecil, yang masing-masing juga memiliki komponen yang lebih kecil dan bidang yang lebih spesifik.
M.E. Spiro dalam Koentjaraningrat (1990:18) menyatakan ada tiga fungsi dari unsur-unsur kebudayaan, yakni: 1) pemakaian yang menerangkan fungsi sebagai hubungan guna antara suatu hal dengan tujuan tertentu; 2) pemakaian yang menerangkan kaitan korelasi antara satu hal dengan yang lain; 3) pemakaian yang menerangkan hubungan yang terjadi antara satu hal dengan hal-hal lain dalam suatu sistem yang terintegrasi.
Koentjaraningrat (1990:20) menyebutkan kebudayaan secara khusus dapat diklasifikasikan dalam empat unsur, yaitu: 1) sistem budaya dan adat istiadat (berwujud gagasan, konsep, dan aturan); 2) sistem sosial (berwujud tindakan-tindakan individu yang terpola); 3) sistem kepribadian (berwujud tindakan yang mencerminkan kepribadian seseorang atau kelompok masyarakat); 4) sistem organik (berwujud adaptasi terhadap lingkungan yang menunjukkan adanya keterbatasan organik manusia).
Salah satu unsur kebudayaan adalah sistem religi. Sistem ini dapat dirinci menjadi empat komponen, yaitu: 1) emosi keagamaan yang menimbulkan sikap religi; 2) sistem keyakinan yang menyebabkan seseorang mengadakan transendensi dengan alam ghaib; 3) sistem ritus dan upacara yang berhadapan dengan alam ghaib; 4) kesatuan sosial yang menganut dan melaksanakan sistem keyakinan dan sistem ritus.
Secara lebih kecil, sistem religi dapat dirinci lagi menjadi: 1) bersaji; 2) berkorban; 3) berdoa; 4) makan bersama makanan yang sudah disucikan; 5) menarikan tarian suci; 6) menyanyikan nyanyian suci (berprosesi untuk upacara keagamaan); 7) memainkan seni drama suci; 8) berpuasa; 9) intoksikasi; 10) bertapa; dan 11) bersemedi.
Pengertian Pariwisata menurut Matheiesen and Wall dalam Soekardjo, R.G. (1996:21) tentang pariwisata yakni :
“Tourism is the temporary movement of people to destinations outsiders their normal places of work and residence, the activities undertaken during their stay in those destinations and the fasilities created to carter to their needs”.

Kata kunci atau unsur pariwisata menurut Matheiesen and Wall dalam Soekardjo, R.G. (1996:21) :
a. temporary movement (perpindahan sementara)
b. destinations (ada daerah tujuan wisata)
c. activities (aktifitas)
d. facilities (fasilitas)
WTO (Word Tourism Organization)
“Tourist is a visitor who travels to a country other than that in which he/she has his/her usual residence for at least one night, but not morethan one year, and those main purpose of visit is other than the exercise of an activity remunerated from within the country visited”.

Suatu kawasan objek wisata dapat menjadi tujuan daerah wisata harus memiliki potensi fisik maupun non fisik, dimana kedua potensi itu jika dikembangkan akan menjadi tujuan dari wisata yang menguntungkan baik untuk daerah sendiri maupun pemerintah. Dalam rangka memajukan kepariwisataan perlu dilakukan langkah-langkah yang terarah dan tepat dalam mengembangkan objek wisata serta kegiatan-kegiatan promosi dan pemasaran, dengan maksud agar minat wisatawan muncul untuk mengunjungi daerah wisata tersebut. Seperti yang dinyatakan Gamal Suwantor (1997 : 19) bahwa daya tarik wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong wisatawan untuk hadir ke sebuah daerah wisata.
Umumnya, pengusaha objek wisata dan daya tarik objek wisata dikelompokkan ke dalam :
1. Pengusaha objek dan daya tarik wisata alam.
2. Pengusaha objek dan daya tarik wisata budaya.
3. Pengusaha objek dan daya tarik minat khusus.
Sedangkan daya tarik wisata berdasar pada, pertama, adanya sumber daya ataupun potensi yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman, dan bersih. Kedua, daya tarik yang muncul dari objek wisata tersebut, baik objek wisata alam maupun objek wisata budaya.

H. Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah analisis deskriptif. Sumber data terdiri dari berbagai sumber seperti data tertulis, wawancara, serta observasi. Data tersebut kemudian dipilih-pilah sesuai dengan tujuan deskripsi, yakni tentang wisata ziarah sehingga dalam analisis data dilakukan tiga tahapan, display data, reduksi, dan penarikan kesimpulan.
1. Teknik Pengumpulan Data
Di dalam penelitian ini, peneliti mempergunakan metode penelitian sebagai berikut :
1. Metode observasi lapangan (field research), yaitu dengan cara mengamati secara langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan gambaran dan informasi tentang situasi dan kondisi dari objek penelitian sehingga diharapkan dapat diperoleh data-data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Seperti yang dikemukakan oleh Nazir (1983: 212) bahwa:
“observasi adalah pengamatan langsung yang merupakan cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut”.

2. Metode wawancara (interview), yaitu dengan cara melakukan dialog berupa tanya jawab antara peneliti dengan nara sumber untuk memperoleh informasi berkaitan masalah yang diteliti. Seperti yang dikemukakan oleh Nazir (1983: 234) bahwa:
“wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan caranya menjawab sambil bertatap muka antara peneliti dengan nara sumber atau informan dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (pedoman wawancara)”.

3. Studi dokumen
Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data standar dari instansi maupun lembaga terkait yang memiliki data atau koleksi benda-benda yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

2 Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mengelompokkan Hasil Data
Mengumpulkan seluruh data-data yang diperoleh dari lapangan, baik berupa hasil wawancara dan investigasi. Selanjutnya mengelompokkan dan memilah-milah hasil data ke dalam kategori yang akan dimuat dalam laporan penelitian sehingga dapat dipahami dan memudahkan untuk di interpretasikan.
2. Menganalisis Data
Dengan cara deskripitf atau paparan tentang latar belakang aktivitas masyarakat pada masa lampau sehingga diperoleh informasi yang berkaitan dengan peninggalan-peninggalan yang ada, khususnya situs makam-makam kuno Islam di Barus.
3. Menginterpretasikan data
Yaitu meliputi kegiatan interpretasi data, dengan cara membandingkan data yang diperoleh, dengan demikian dapat diperoleh hasil interpretasi yang akurat berdasarkan penelitian dan literatur.
4. Membuat Kesimpulan
Setelah melakukan analisis data dan interpretasi data maka peneliti membuat sebuah kesimpulan yang kemudian disusun kedalam sebuah laporan penelitian.

I. Jadwal Kegiatan
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 08 s/d 27 Juni 2009.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Propinsi Sumatera Utara.

J. Nama dan Biodata Ketua serta Anggota Kelompok
1. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama lengkap : Muhammad Azhari Anhar
b. NIM : 05310170
c. Fakultas / Jurusan : Ilmu Sosial / Pendidikan Sejarah
d. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Medan
e. Alamat Rumah : Jl. Perjuangan Gg. Sekolah
No. 67 A Medan Perjuangan
f. Nomor HP : 0813 6247 6357
g. Alamat Email : -
h. Motto : Penghargaan terbesar terhadap hidup adalah dengan cara menikmatinya.
i. Waktu untuk kegiatan PKM : 1 bulan
2. Anggota Pelaksana Kegiatan : 2 orang
1) Anggota I
a. Nama lengkap : Tukiman P
b. NIM : 05310900
c. Fakultas / Jurusan : Ilmu Sosial / Pendidikan Sejarah
d. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Medan
e. Alamat Rumah : Jl. Bilal Ujung Gg. Arimbi No. 1
f. Nomor HP : 0831 9845 7738
g. Alamat Email : iman_krenz87@yahoo.com
h. Motto : Hidup adalah pilihan
i. Waktu untuk kegiatan PKM : 1 bulan
2) Anggota II
a. Nama lengkap : Muhammad Faisal
b. NIM : 05310920
c. Fakultas / Jurusan : Ilmu Sosial / Pendidikan Sejarah
d. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Medan
e. Alamat Rumah : Jl. Tempuling Gg. Bersama No. 175
f. Nomor HP : 0852 9759 3670
g. Alamat Email : -
h. Motto : Hidup tidak mengenal siaran tunda.
i. Waktu untuk kegiatan PKM : 1 bulan

K. Nama dan Biodata Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Dra. Hafnita Sari Dewi Lubis, M.Si
b. Golongan Pangkat dan NIP : IV/a / 131 570 430
c. Jabatan Fungsional : Dosen
d. Jabatan Struktural : -
e. Fakultas / Jurusan : Ilmu Sosial / Pendidikan Sejarah
f. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Medan
g. Bidang Keahlian : Sejarah
h. Waktu untuk kegiatan PKM : 1 bulan

L. Biaya
No. Deskripsi Jumlah
(Rp)
Transportasi dan Akomodasi
1. Ongkos PP Medan – Sibolga @ Rp 150.000, - x 3
Rp 750.000, -
2. Ongkos PP Sibolga – Barus @ Rp 30.000, - x 3
Rp 90.000, -
3. Penginapan selama 20 hari @ Rp 75.000, - x 20 Rp1.500.000, -
Perlengkapan dan Peralatan
1. Biaya kelengkapan administrasi Rp 250.000, -
2. Kamera digital merk Spectra Rp 800.000, -
3. Alat perekam @ Rp 220.000, - x 1 Rp 220.000, -
4. Kaset kosong @ Rp 5.000, - x 7 Rp 35.000, -
5. Biaya penyusunan laporan dan cetak foto Rp 500.000, -
Konsumsi
1. Biaya konsumsi dalam penelitian selama 20 hari
@ Rp 20.000, - x 3 x 20 hari Rp 1.200.000, -
Lain-lain Rp 200.000, -
Total Anggaran Biaya Rp 5.545.000, -


















M. Daftar Pustaka
Harionto, Dani, 2004, Kamus Mini Bahasa Indonesia, PT Rineka Cipta : Jakarta
Joko Tri Prasetyo. 1991. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
___________. 1993. Kebudayaan, Mentalitet Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Nazir, Mohammad, 1983, Metode Penelitian, Jakarta : Gitalia Indonesia
Soekardjo, R.G. 1996. Anatomi Pariwisata: Memahami Pariwisata Sebagai Systemic Linkage. Jakarta: Gramedia.
Suharsimi, Arikunto, 1998, Prosedur Penelitian, PT. Rineka Cipta : Jakarta
Suwantoro, Gamal, 1997, Dasar-dasar Pariwisata, Andil : Jakarta
Yoeti, Oka A. 1995. Melestarikan Seni Budaya yang Nyaris Punah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.















N. Lampiran
Lampiran 1.



Gambar 1. Batu nisan yang terdapat di sisi sebelah selatan pada makam Papan Tinggi












Lampiran 2.


Gambar 2. Salah satu batu nisan yang terdapat di kompleks makam Mahligai
WASPADAI ISU SARA
PADA PEMIRADI UNIMED
Oleh ; Tukiman Pulungan
Pemira seyogyanya menjadi ajang penyaluran aspirasi mahasiswa untuk memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di Senat Mahasiswa, baik tingkat Fakultas maupun tingkat Universitas, ataupun yang akan duduk di Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas. Namun, jika kita melihat realita yang terjadi dilapangan, sepertinya tercium indikasi adanya pemanfaatan isu-isu SARA yang digunakan oleh segelintir oknum, untuk memperoleh dukungan.
Para oknum-oknum ini memanfaatkan isu-isu agama maupun suku, untuk memikat dan mengumpulkan dukungan dari para pemilik suara dalam pemira, sehingga nafas demokrasi dalam berpikir, berpendapat maupun menetapkan pilihan di kungkung dengan kerangkeng agama maupun suku. Sehingga para pemilih, cenderung untuk memilih orang-orang yang seagama ataupun sesuku, yang akhirnya menimbulkan pengkotakan-pengkotakan dan sikap saling mencurigai diantara sesama mahasiswa.
Jika proses pemilihan dilakukan dengan mendasarkan pilihan pada kesamaan agama dan suku, maka ini akan mengesampingkan penilaian yang objektif terhadap sosok yang dipilih. Karena aspek kepribadian (personality), kemampuan membina hubungan sosial (managerial society), kepemimpinan (leadership), dan kemampuan mengelola sebuah organisasi yang baik (managerial organization) akan tertutupi bahkan hilang sama sekali karena tersamarkan oleh jubah agama dan suku. Bahkan ada kecenderungan bila isu agama dan suku yang dipakai dalam menentukan pilihan, maka prospek terjadinya kontrak politik kepentingan akan memainkan peranan yang cukup besar.
Hal ini perlu diwaspadai, karena jika dibiarkan berlarut-larut, pembelajaran demokrasi tidak akan pernah berjalan, sebagaimana yang diharapkan oleh para pencetus teori demokrasi dan the founding fathers yang telah menyatakan bahwa negara kita adalah negara demokrasi. Jangan sampai demokrasi yang kita perjuangkan menjadi “democrazy”.
Design By : Anhar Corporation

Rabu, 21 Januari 2009

foto

Senin, 19 Januari 2009


MENJADI GURU PROFESIONAL

Profesionalisme adalah sikap seorang “propesional” atau “profi”. Menjadi profi merupakan idaman banyak orang muda (anak muda) zaman sekarang, terutama para guru muda sekarang ini. Guru ialah orang yang digugu, ditiru, dituakan dan dijadikan contoh di masyarakat. Guru sering dijadikan sebagai contoh oleh masyarakat. Guru yang tugasnya mendidik anak-anak bangsa baik secara formal maupun non formal. Proses pendidikan yang diajarkan ialah proses pencarian dalam diri peserta didik (siswa) siapa dia, proses pencarian dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Guru juga diharapkan berperan serta dalam masyarakat menjadi pembaharu bagi masyarakat, dalam artian mengajarkan masyarakat tentang pentingnya pendidikan bagi generasi muda, sehingga terbuka mata hati para orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya. Guru juga sebagai penyampai informasi terkini kepada masyarakat disekitarnya.

Profesionalisame selalu mengacu pada salah satu bidang pekerjaan atau tugas. Dalam hal ini pekerjaan sebagai guru yang berhubungan dengan manusia secara langsung (peserta didik) memerlukan seorang yang profesional di bidangnya. Profesional berarti; melakukan sesuatu sebagai pekerjaan pokok, sebagai “profesi” jadi bukan sebagai hobi. Profesional itu berbau sukses, dia menuntut orang yang kompeten dan efisien, dengan kemampuan untuk bekerja keras, tetapi sekaligus menikmatinya. Jadi yang kerasan dalam pekerjaannya tidak bermalas-malasan, tidak suka bersantai, tidak menunda-nunda pekerjaan seenaknya bukan orang yang menerapkan pepatah orang jawa “alon-alon asal klakon” karena orang yang sebagaimana disebutkan bukanlah seorang profi). Guru yang profesional ialah guru yang terus menambah ilmunya dari luar, tidak mengajarkan bahan pelajaran yang itu-itu saja dari tahun-tahun sebelumnya tanpa ada penambahan bahan. Murid diberikan tugas yang berkaitan dengan masalah-masalah yang berkembang di masyarakat saat ini sehingga murid tersebut tertarik. Untuk itu guru juga harus belajar sama seperti muridnya. Mengutip pendapat Paulo Preire bahwa pendidikan “gaya bank” tidak tepat untuk diterapkan kepada murid. Pendidikan gaya bank menganggap murid ibarat buku tabungan yang kosong sehingga dapat diisi oleh para nasabah sesuka hatinya. Pendidikan yang baik ialah pendidikan “hadap masalah” dimana peserta didik dilatih untuk menganalisis suatu masalah, peserta didik ikut aktif berperan serta tidak hanya menerima semua. Peserta didik bebas mengeluarkan argumen yang ia miliki menggapi suatu permasalahan. Untuk itu maka dibutuhkan seorang guru yang memang profesional agar tidak tertinggal dari murid-muridnya.

Profesionalisme juga mensugetikan bahwa orangnya bersifat pragmatis, tidak dipengaruhi oleh profesinya oleh pandangan-pandangan religius atau ideologis. Tidak terganggu oleh hubungan keluarganya dan pribadinya. Guru yang profesional tidak mengaitkan antara urusan pribadinya dengan peserra didiknya terutama di dalam proses belajar-mengajar. Profesionalisme berarti bahwa tidak ada “masalah” yang tidak dapat dipecahkan. Seorang profesional percaya diri atau self confident.

Profesionalisme bukan sebuah sifat terpisah dari kepribadian yang dapat kita parkir dalam garasi apabila sudah pulang ke keluarga kita dan baru kita bawa apabila ketempat pekerjaan. Profesionalisme adalah sikap dan kemapuan yang erat sekali hubungannya dengan struktur seluruh kepribadiaan seorang guru. Karakter atau watak kita untuk sebagian besar menentukan apakah kita dapat bersikap secara profesional atau tidak.

CREATED BY IMAN

SEKRETARIS EKSEKUTIF Serikat Guru Indonesia (SeGI)

KOTA MEDAN

GORETAN PENA IMAN


MAHASISWA ANTARA IDEALISME DAN REALITAS

Perguruan Tinggi merupakan lembaga formal tertinggi jenjang pendidikan yang terdapat di Indonesia. Perguruan Tinggi tempat menggodok (wadah) bagi para peserta didik yang menimba ilmu di sana. Peserta didik yang telah menginjak perguruan tinggi biasanya disebut dengan mahasiswa. Mahasiswa ialah orang yang satu tingkat lebih tinggi di atas siswa yang pada umumnya belajar Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas yang sederajat. Orang-orang yang telah duduk di bangku kuliah perguruan tinggi atau mahasiswa merupakan orang-orang pilihan, karena mereka merupakan orang yang telah berhasil lulus dalam seleksi diantara ribuan orang yang mendambakan dirinya untuk duduk diperguruan tinggi.

Mahasiswa dapat diartikan ialah orang-orang yang terdaptar disuatu perguruan tingg dan mengikuti proses pembelajaran di dalamnya. Proses pembelajaran tersebut dapat diperoleh di bangku kuliah, maupun di luar bangku kuliah diorganisasi misalnya: Himpunan Mahasiswa Islam, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, Forum Mahasiswa Nasional, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dan organisasi mahasiswa lainnya baik yang ada di Internal kampus maupun yang ada di ekternal kampus, semuanya tidak mungkin dituliskan disini satu persatu.

Secara kasar Perguruan Tinggi menghasilkan ataupun tidak menghasilkan dua perubahan pada diri mahasiswa. Pertama ia memberi kepadanya suatu pengetahuan dan keterampilan di bidang tertentu. Kedua mau tidak mau mahasiswa sebagai manusia pun dibentuk oleh universitas ke arah positif atau kearah negatif.

Seorang mahasiswa yang tela digodok atau berproses di kampus biasanya akan menjadi manusia dewasa yang arif dan bijaksana, apalagi jika ia mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi di sela-sela perkuliahannya. Mahasiswa yang telah dewasa tentu akan memiliki ide-ide kreatif dalam pola pemikirannya. Ide-ide tersebut dapat berupa ide pengembangan diri kearah yang lebih baik, ide untuk membangun kampus tempat ia kuliah bahkan dapt juga ide untuk membangun bangsa dan negara ini kearah yang lebih baik. Mahasiswa harus dapat mengeluarkan sebuah ide barulah ia dapat dikatakan sebagai mahasiswa yang kreatif dan inovaif, tidak seperti mahasiswa kebanyakan yang hanya mengikuti kuliah saja.

Ide merupakan sebuah gagasan atau konsep mengenai apa yang dilihat dan diamati. Biasanya ide itu terlahir dari interaksi yang terjadi dengan dunia luar. Jadi semakin banyak seorang mahasiswa berinteraksi dengan dunia luar maka kemungkinan besar dia akan memiliki banyak ide.

Dunia luar atau masyarakat merupakan suatu kenyataan (realitas) dunia yang sebenarnya. Realitas tidak hanya sebatas konsep pemikiran yang bersifat abstrak belum terwujud, tetapi konsep ialah apa yang sebenarnya terjadi di masyarakat, lingkungan dan bersifat konkrit. Mahasiswa sebagai pencetus ide sebaiknya harus bisa menyesuaikan idenya dengan realitas yang ada. Ide harus bisa diterapkan dan dikembangkan dalam dunia realita .Jadi seorang mahasiswa harus bisa mensetarakan antara ide yang ia miliki dengan dunia realita yang ia hadapi sehingga tidak terjadi ketimpangan. Ketimpangan antara idealisme dan realita dapat mengakibatkan gejolak yang besar dan mendalam dalam diri seorang mahasiswa. Gejolak yang besar dapat menyebabkan mahasiswa kehilangan kontrol akan dirinya.

CREATED BY IMAN

GORETAN PENA

MAHASISWA ANTARA IDEALISME DAN REALITAS

Perguruan Tinggi merupakan lembaga formal tertinggi jenjang pendidikan yang terdapat di Indonesia. Perguruan Tinggi tempat menggodok (wadah) bagi para peserta didik yang menimba ilmu di sana. Peserta didik yang telah menginjak perguruan tinggi biasanya disebut dengan mahasiswa. Mahasiswa ialah orang yang satu tingkat lebih tinggi di atas siswa yang pada umumnya belajar Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas yang sederajat. Orang-orang yang telah duduk di bangku kuliah perguruan tinggi atau mahasiswa merupakan orang-orang pilihan, karena mereka merupakan orang yang telah berhasil lulus dalam seleksi diantara ribuan orang yang mendambakan dirinya untuk duduk diperguruan tinggi.

Mahasiswa dapat diartikan ialah orang-orang yang terdaptar disuatu perguruan tingg dan mengikuti proses pembelajaran di dalamnya. Proses pembelajaran tersebut dapat diperoleh di bangku kuliah, maupun di luar bangku kuliah diorganisasi misalnya: Himpunan Mahasiswa Islam, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, Forum Mahasiswa Nasional, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dan organisasi mahasiswa lainnya baik yang ada di Internal kampus maupun yang ada di ekternal kampus, semuanya tidak mungkin dituliskan disini satu persatu.

Secara kasar Perguruan Tinggi menghasilkan ataupun tidak menghasilkan dua perubahan pada diri mahasiswa. Pertama ia memberi kepadanya suatu pengetahuan dan keterampilan di bidang tertentu. Kedua mau tidak mau mahasiswa sebagai manusia pun dibentuk oleh universitas ke arah positif atau kearah negatif.

Seorang mahasiswa yang tela digodok atau berproses di kampus biasanya akan menjadi manusia dewasa yang arif dan bijaksana, apalagi jika ia mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi di sela-sela perkuliahannya. Mahasiswa yang telah dewasa tentu akan memiliki ide-ide kreatif dalam pola pemikirannya. Ide-ide tersebut dapat berupa ide pengembangan diri kearah yang lebih baik, ide untuk membangun kampus tempat ia kuliah bahkan dapt juga ide untuk membangun bangsa dan negara ini kearah yang lebih baik. Mahasiswa harus dapat mengeluarkan sebuah ide barulah ia dapat dikatakan sebagai mahasiswa yang kreatif dan inovaif, tidak seperti mahasiswa kebanyakan yang hanya mengikuti kuliah saja.

Ide merupakan sebuah gagasan atau konsep mengenai apa yang dilihat dan diamati. Biasanya ide itu terlahir dari interaksi yang terjadi dengan dunia luar. Jadi semakin banyak seorang mahasiswa berinteraksi dengan dunia luar maka kemungkinan besar dia akan memiliki banyak ide.

Dunia luar atau masyarakat merupakan suatu kenyataan (realitas) dunia yang sebenarnya. Realitas tidak hanya sebatas konsep pemikiran yang bersifat abstrak belum terwujud, tetapi konsep ialah apa yang sebenarnya terjadi di masyarakat, lingkungan dan bersifat konkrit. Mahasiswa sebagai pencetus ide sebaiknya harus bisa menyesuaikan idenya dengan realitas yang ada. Ide harus bisa diterapkan dan dikembangkan dalam dunia realita .Jadi seorang mahasiswa harus bisa mensetarakan antara ide yang ia miliki dengan dunia realita yang ia hadapi sehingga tidak terjadi ketimpangan. Ketimpangan antara idealisme dan realita dapat mengakibatkan gejolak yang besar dan mendalam dalam diri seorang mahasiswa. Gejolak yang besar dapat menyebabkan mahasiswa kehilangan kontrol akan dirinya.

YAKIN USAHA SAMPAI

Senin, 12 Januari 2009

kegiatan


qw dan teman2 PEMA FIS lagi studi wisata ke Gunung Sibayak setelah melaksanakan seminar nasional dengan tema "Satu Abad Kebangkitan Nasional,Refleksi Dunia Pendidikan Indonesia". Pada tanggal 20 mei 2008 di gedung H.Anif UNIMED. kegiatan yang dihadiri 600 peserta dari berbagai golongan dan instansi, mahasiswa dan guru.
Pembicara:
1. Sejarawan UGM
2. Rektor UNINED (Drs. Syawal Gultom M.Pd)
3. Kepala Dinas Pendidikan PemProv SU
4. Koordinator LSM SAHdaR (Bang Faisal)

Minggu, 11 Januari 2009

MAKNA BELAJAR SEJARAH


Pelajaran ilmu sejarah seringkali menjadi pelajaran yang membosankan. Pembelajran ini dianggap tidak lebih dari rangkaian angka tahun dan urutan peristiwa yang harus diingat kemudian diungkapkan kembali saat menjawab soal ujian. Kenyataan ini tidak dapat dapat dimungkiri, karena memang masih terjadi sampai sekarang. Akibatnya, pelajaran sejarah kurang diminati dan dianggap sebagai pelajaran kering makna. Padahal, pembelajaran sejatinya memiliki peranan yang strategis, yakni menjadikan anak didik mempu mengenal jati dirinya melalui penemuan nilai-nilai positif yang harus diteladani dan nilai-nilai negatif yang harus ditinggalkan.

Keringnya makna pembelajaran sejarah bagi peserta didik tidak lepas dari permasalahan pembelajaran sejarah yang kompleks menyangkut komponen sistim pembelajaran. Guru atau dosen sejarah waktu mengajar sejarah umumnya cenderung menyajikan sederet data yang berisi nama, tanggal dan kejadian yang serba tidak berarti. Anak didik jarang diajak melakukan interpretasi dan mengungkap makna dibalik peristiwa sejarah. Proses pembelajaran masih bersifat informatif kurang memperhatikan daya nalarr dan tidak mengajak anak didik berfikir kritis.

Unsur pembelajaran dan pendidikan intelektual pembelajaran sejarah tidak hanya memberikan gambaran masa lampau, tetapi juga memberikan latihan berfikir kritis, menarik kesimpulan, menarik makna dan nilai dari peristiwa sejarah yang dipelajari. Latihan berfikir kritis dilakukan dengan pendekatan analitis, salah satunya menjawab pertanyaan ”mengapa” (why) dan ”bagaimana” (how) dapat melatih siswa berfikir ktitis dan analitis, berbeda dengan bentuk pertanyaan ”siapa” (who), ”apa” (what), ”dimana” (where) dan ”kapan” (when). Pertanyaan seperti ini hanya akan membuat siswa malas berfikir, saat ujian hanya tinggal memindahkan isi buku kedalam lembar jawaban.

Pembelajaran sejarah harus dapat menumbuhkan sikap untuk belajar dan problem oriented tidak hanya didasarkan pada baaimana memperoleh pengetahuan (how to know) tetapi ”bagaimana harus mengetahui” (to know how to know). Melalui pelajaran sejarah kita hendaknya dirangsang untuk mengenali dan mengkaji peristiwa sejarah secara utuh, dengan melakukan restruakrisasi pengetahuan dan kesadaran yang dimiliki.

Ditulis oleh

GUBERNUR PEMA FIS UNIMED

PERIODE 2008-2009

sejarah kebudayaan


makalah gw

ROHANIAWAN, CENDIKIAWAN DAN BUDAYAWAN, PERAN DAN PARTISIPASINYA DALAM PERBAIKAN MORAL BANGSA

Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat unik. Secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatu-kesatuan social berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, adat serta perbedaan-perbedaan kedaerahan. Secara vertical struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertical antara lapisan atas dan lapisan bawah.

Perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, adat dan kedaerahan sering kali disebut sebagai cirri masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk, suatu istilah yang mula-mula sekali diperkenalkan oleh Indonesia pada masa Hindia-Belanda.

Menurut Dr. Nasikum (1991;36) Cliford Geertz, mengatakan masyarakat majemuk adalah merupakan masyarakat yang terbagi-bagi ke dalam sub-sub system yang kurang lebih berdiri sendiri-sendir, dalam mana masing-masing sub system terikat kedalam oleh ikatan-ikatan yang bersifat primoedial.

Kemajemukan masyarakat Indonesia menyebabkan mudahnya pengaruh dari budaya luar masuk dan berkembang di Indonesia. Saat ini, moal bangsa Indonesia sudah mulai memprihatinkan akibat dari masuk dan berkembangnya budaya-budaya barat. Budaya yang masuk tersebut taidak melalui filterisasi. Memang tidak semua budaya barrat itu jelek, namun yang berkembang di Indonesia justru yang jelek-jeleknya.

Ini semua tidal terlepas dari pengaruh modernisasi dan westernisasi. Westernisasi banyak berkembang dikalangan kaum muda, sangat terlihat dengan jelas pada gaya berpakaian generasi muda saat ini yang cenderung memperlihatkan bagian tubuhnya yang seharusnya di tutupi. Sikap tingkah laku yang tidak peduli terhadap lingkungan, orang tua dan sejawatnya, sifat konsumerisme yang tingggi, sopan santun yang kurang, bahkan sampai pada sex bebas dan penggunaan narkotika serta obat-obatan terlarang. Hal ini tentunya sangat mengganggu perkembangan generasi muda kedepan yang juga berpengaruh pada masa depan bangsa. Saat ini saja jelas terlihat pada sikap dan prilaku pejabat birokrat yang doyan korupsi, kolusi dan nepotisme. Mereka lebih mementingkan kepentingan pribadi dari pada kepentingan orang banyak.

Ini merupakan bagian dari Perubahan masyarakat yang merupakan kenyataan yang dibuktikan oleh gejala-gejala seperti; adanya prustasi dan apati (kelumpuhan mental), pertantangan dan perbedaan pandapat mengenai norma-norma susila yang sebelumnya diangap mutlak, adanya pendapat generation gap (jurang pengertian antar generasi) dan lain-lain. Memang ada tidaknya suatu perubahan masyarakat yaitu terganggunya keseimbangan (equilibrium) antara social (social units) dalam masyarakat, hanya dapat dilihat melalui gejala-gejala ini.

Banyak perubahan masyarakat, yaitu antara lain ilmu pengetahuan (mental manusia), kemudian teknologi serta penggunaanya oleh masyarakat, komunikasi dan transport, urbanisasi, perubahan/peningkatan harapan dan tuntutan manusia (rising demands), semua ini mempengaruhi dan mempunyai akibat terhadap masyarakat melalui kejutan dan karenanya tejadilah perubahan masyarakat yang biasanya disebut social change.

Namun dari segala kemerosotan yang terjadi masih ada upaya dari kalangan rohaniawan seperti KH Abdullah Gymnastiar, cendekiawan saperti Dr. Ary Ginanjar, budayawa Aswendo seperti Atmowiloto yang masih memperhatikan moral bangsa dan melakukan usaha-usaha menuju perbaikan.

KH Abdullah Gymnastiar mengeluarkan istilah 3M yakni mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang kecil, dan mulai saat ini, serta gerakan GeMa NuSa (Gerakan Membangun Bangsa) tujuannya untuk membangun kembali hati nurani dan moral seluruh elemen bangsa sehingga diharapakan prilaku-perilaku menyimpang dapat sedikit demi sedikit diminimalisir.

Dr. Ary Ginanjar Agustin banyak melakukan terobosan guna perbaikan moral bangsa melalui suatu kegiatan ESQ (Emotioinal Spirit Quetion). Aswendi Anto Milato banyak melakukan terobosan di media cetak melalui tulisan-tulisannya yang mengkritik sikap dan sifat budaya kita yang telah banyak menyimpang.

Tetapi meskipun telah banyak upaya yang telah dilakukan oleh rohaniawan, cendikiawan, budayawan tetap tak berarti apa-apa jika kita tidak mengambil hikmah dari apa yang telah mereka sampaikan maupun yang ditulisdi media cetak. Perbaikan moral yang baik adalah perbaikan yang dimulai dari sendiri baru kepada oang sekitar dan selanjutnya menuju kepada perbaikan bangsa.

Kroeber secara jelas mengkaji tentang perilaku individu melalui kebudayaanya. Perbedaan rancangan-rancangan kehidupan setiap indiviu ditunjukkan oleh pembudayaan persepsi, pengalaman da sikapnya. Usaha individu untuk melakukan sosialisasi dan mengakomodasi pandangan hidup masyarakatnya akan relative mudah bila ia terlibat dalam proses interaksi social. Proses ini disebut juga dengan effect of culture upon the individual. Pengaruh kebudayaan erhadap dinamika kehidupan seseorang tidak pernah searah, tetapi bersifat kompleks.

Hubungan antara kebudayaan dengan individu bukan bersifat sepihak, namun keduanya memiliki pengaruh yang timbal balik. Kebudayaan mempengaruhi seseorang dengan kekuatan yang terarah da menciptakan konstalasi kehidupan masyarakat yang stabil. Sebaliknya, masyarakat sendiri membuat kebudayaan yang eksistensinya dan dinamikanya ber-kesinambungan, serta membuat kebudayaan sebagai warisan social. Seseorang pun mampu mempengaruhi kebudayaan, yang memberikan, yang memberikan dorongan dan peluang untuk terjadinya perubahan social.

Kebudayaan masyarakat berisikan seperangkat nilai yang digunakan utuk memahami dan memberikan makn terhadap gejala-gejala atau unsur-unsur lingkungan masyarakat yang bersangkutab.

Kebudayaan juga digunakan untuk memecahkan masalah yang timbul dari interaksi antara manusia dengan sesamanya dan antara manusia dengan lingkungannya. Isi kebudayaan secara esensial meliputi sejimulah nilai yang bersifat universa, yakni segenap sisi kehidupan makhluk manusia di planet bumi ini, misalnya nilai-nilai yang erat hubungannya dengan kebutuhan biologis, pendidikan dan ilmu pengetahuan, organisasi, estetika, ihkwal kesucian dan nilai-nilai yang erat hubungan dengan system symbol bahasa.

Untuk mencapai integarasi nasional menurut Weiner (1972) ada dua pendekatan yaitu; pertama, menghapuskan sifat-sifat cultural dari komunitas-komunitas yang berbeda menjadi kebudayaan nasional, kedua penciptaan kesetiaan nasional tanpa menghapuskan kebudayaan-kebudayaan kecil, yakni yang diebut dengan symbol budaya Bhineka Tunggal Ika. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Koentjaraningrat (1993) dan Kartodirjo (1994) Negara mutietnik seperti Indonesia dan India memperkuat kesatuan dan persatuan bangsa sebaiknya tidak menghilangkan kebudayaan-kebudayaan suku bangsa, tetapi dengan upaya memajukan kebudayaan nasional dan ideology nasional. Berdasarkan penelitian Koentjaraningrat, loyalitas kepada etnik dan loyalitas kepada nasional mendominasi dua bidang kehidupan umum. Dengan demikian, dua loyalitas tersebut justru saling melengkapi dari pada salin bersaing atau saling terlibat konfliks.

harapan anak bangsa

aq seorang mahasiswa di jurusan pendidikan sejarah fakultas ilmu sosial UNIMED