Minggu, 11 Januari 2009

sejarah kebudayaan


makalah gw

ROHANIAWAN, CENDIKIAWAN DAN BUDAYAWAN, PERAN DAN PARTISIPASINYA DALAM PERBAIKAN MORAL BANGSA

Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat unik. Secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatu-kesatuan social berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, adat serta perbedaan-perbedaan kedaerahan. Secara vertical struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertical antara lapisan atas dan lapisan bawah.

Perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, adat dan kedaerahan sering kali disebut sebagai cirri masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk, suatu istilah yang mula-mula sekali diperkenalkan oleh Indonesia pada masa Hindia-Belanda.

Menurut Dr. Nasikum (1991;36) Cliford Geertz, mengatakan masyarakat majemuk adalah merupakan masyarakat yang terbagi-bagi ke dalam sub-sub system yang kurang lebih berdiri sendiri-sendir, dalam mana masing-masing sub system terikat kedalam oleh ikatan-ikatan yang bersifat primoedial.

Kemajemukan masyarakat Indonesia menyebabkan mudahnya pengaruh dari budaya luar masuk dan berkembang di Indonesia. Saat ini, moal bangsa Indonesia sudah mulai memprihatinkan akibat dari masuk dan berkembangnya budaya-budaya barat. Budaya yang masuk tersebut taidak melalui filterisasi. Memang tidak semua budaya barrat itu jelek, namun yang berkembang di Indonesia justru yang jelek-jeleknya.

Ini semua tidal terlepas dari pengaruh modernisasi dan westernisasi. Westernisasi banyak berkembang dikalangan kaum muda, sangat terlihat dengan jelas pada gaya berpakaian generasi muda saat ini yang cenderung memperlihatkan bagian tubuhnya yang seharusnya di tutupi. Sikap tingkah laku yang tidak peduli terhadap lingkungan, orang tua dan sejawatnya, sifat konsumerisme yang tingggi, sopan santun yang kurang, bahkan sampai pada sex bebas dan penggunaan narkotika serta obat-obatan terlarang. Hal ini tentunya sangat mengganggu perkembangan generasi muda kedepan yang juga berpengaruh pada masa depan bangsa. Saat ini saja jelas terlihat pada sikap dan prilaku pejabat birokrat yang doyan korupsi, kolusi dan nepotisme. Mereka lebih mementingkan kepentingan pribadi dari pada kepentingan orang banyak.

Ini merupakan bagian dari Perubahan masyarakat yang merupakan kenyataan yang dibuktikan oleh gejala-gejala seperti; adanya prustasi dan apati (kelumpuhan mental), pertantangan dan perbedaan pandapat mengenai norma-norma susila yang sebelumnya diangap mutlak, adanya pendapat generation gap (jurang pengertian antar generasi) dan lain-lain. Memang ada tidaknya suatu perubahan masyarakat yaitu terganggunya keseimbangan (equilibrium) antara social (social units) dalam masyarakat, hanya dapat dilihat melalui gejala-gejala ini.

Banyak perubahan masyarakat, yaitu antara lain ilmu pengetahuan (mental manusia), kemudian teknologi serta penggunaanya oleh masyarakat, komunikasi dan transport, urbanisasi, perubahan/peningkatan harapan dan tuntutan manusia (rising demands), semua ini mempengaruhi dan mempunyai akibat terhadap masyarakat melalui kejutan dan karenanya tejadilah perubahan masyarakat yang biasanya disebut social change.

Namun dari segala kemerosotan yang terjadi masih ada upaya dari kalangan rohaniawan seperti KH Abdullah Gymnastiar, cendekiawan saperti Dr. Ary Ginanjar, budayawa Aswendo seperti Atmowiloto yang masih memperhatikan moral bangsa dan melakukan usaha-usaha menuju perbaikan.

KH Abdullah Gymnastiar mengeluarkan istilah 3M yakni mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang kecil, dan mulai saat ini, serta gerakan GeMa NuSa (Gerakan Membangun Bangsa) tujuannya untuk membangun kembali hati nurani dan moral seluruh elemen bangsa sehingga diharapakan prilaku-perilaku menyimpang dapat sedikit demi sedikit diminimalisir.

Dr. Ary Ginanjar Agustin banyak melakukan terobosan guna perbaikan moral bangsa melalui suatu kegiatan ESQ (Emotioinal Spirit Quetion). Aswendi Anto Milato banyak melakukan terobosan di media cetak melalui tulisan-tulisannya yang mengkritik sikap dan sifat budaya kita yang telah banyak menyimpang.

Tetapi meskipun telah banyak upaya yang telah dilakukan oleh rohaniawan, cendikiawan, budayawan tetap tak berarti apa-apa jika kita tidak mengambil hikmah dari apa yang telah mereka sampaikan maupun yang ditulisdi media cetak. Perbaikan moral yang baik adalah perbaikan yang dimulai dari sendiri baru kepada oang sekitar dan selanjutnya menuju kepada perbaikan bangsa.

Kroeber secara jelas mengkaji tentang perilaku individu melalui kebudayaanya. Perbedaan rancangan-rancangan kehidupan setiap indiviu ditunjukkan oleh pembudayaan persepsi, pengalaman da sikapnya. Usaha individu untuk melakukan sosialisasi dan mengakomodasi pandangan hidup masyarakatnya akan relative mudah bila ia terlibat dalam proses interaksi social. Proses ini disebut juga dengan effect of culture upon the individual. Pengaruh kebudayaan erhadap dinamika kehidupan seseorang tidak pernah searah, tetapi bersifat kompleks.

Hubungan antara kebudayaan dengan individu bukan bersifat sepihak, namun keduanya memiliki pengaruh yang timbal balik. Kebudayaan mempengaruhi seseorang dengan kekuatan yang terarah da menciptakan konstalasi kehidupan masyarakat yang stabil. Sebaliknya, masyarakat sendiri membuat kebudayaan yang eksistensinya dan dinamikanya ber-kesinambungan, serta membuat kebudayaan sebagai warisan social. Seseorang pun mampu mempengaruhi kebudayaan, yang memberikan, yang memberikan dorongan dan peluang untuk terjadinya perubahan social.

Kebudayaan masyarakat berisikan seperangkat nilai yang digunakan utuk memahami dan memberikan makn terhadap gejala-gejala atau unsur-unsur lingkungan masyarakat yang bersangkutab.

Kebudayaan juga digunakan untuk memecahkan masalah yang timbul dari interaksi antara manusia dengan sesamanya dan antara manusia dengan lingkungannya. Isi kebudayaan secara esensial meliputi sejimulah nilai yang bersifat universa, yakni segenap sisi kehidupan makhluk manusia di planet bumi ini, misalnya nilai-nilai yang erat hubungannya dengan kebutuhan biologis, pendidikan dan ilmu pengetahuan, organisasi, estetika, ihkwal kesucian dan nilai-nilai yang erat hubungan dengan system symbol bahasa.

Untuk mencapai integarasi nasional menurut Weiner (1972) ada dua pendekatan yaitu; pertama, menghapuskan sifat-sifat cultural dari komunitas-komunitas yang berbeda menjadi kebudayaan nasional, kedua penciptaan kesetiaan nasional tanpa menghapuskan kebudayaan-kebudayaan kecil, yakni yang diebut dengan symbol budaya Bhineka Tunggal Ika. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Koentjaraningrat (1993) dan Kartodirjo (1994) Negara mutietnik seperti Indonesia dan India memperkuat kesatuan dan persatuan bangsa sebaiknya tidak menghilangkan kebudayaan-kebudayaan suku bangsa, tetapi dengan upaya memajukan kebudayaan nasional dan ideology nasional. Berdasarkan penelitian Koentjaraningrat, loyalitas kepada etnik dan loyalitas kepada nasional mendominasi dua bidang kehidupan umum. Dengan demikian, dua loyalitas tersebut justru saling melengkapi dari pada salin bersaing atau saling terlibat konfliks.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar